photo giphy_zpsqgdv59z5.gif

Kisah Si Keledai Terbang (Chievo Verona)


Julukan yang berawal dari ejekan itu secara tak terduga sungguh jadi kenyataan, menilik kiprah Chievo Verona pada musim debutnya di Serie A Italia.


Verona tak bisa dibantah merupakan satu dari lima kota paling tersohor di Italia, selain Roma, Milan, Firenze, dan Venezia.

Penyebabnya? Tentu saja karena nuansa romantisme yang kental dengan sisa-sisa bangunan kejayaan Romawi, yang jadi insipirasi William Shakespeare menciptakan karya legendaris "Romeo & Juliet". 

Saking terkenalnya kisah fiktif tersebut, warga setempat bahkan sudah menganggapnya sebagai cerita rakyat. Dari mulut ke mulut, perjalanan cinta Romeo & Juliet dikisahkan hingga sedikit melenceng dari goresan tinta Shakespeare.

Namun memasuki era millenium, terdapat satu kisah baru di Verona yang menyaingi kepopuleran Romeo & Juliet. Bukan lagi fiktif, tapi berdasar realitas. Kisah yang dikenal dengan judul "The Flying Donkeys" (Keledai Terbang).



Keledai Terbang merupakan julukan buat klub sepakbola minoritas di Verona, yakni Chievo Verona. Julukan tersebut punya sejarah yang ironis, karena berasal dari tifosi klub rival sekotanya yang lebih besar, Hellas Verona.

Segalanya berawal pada musim kompetisi 2000/01 silam. Ketika itu Chievo yang berkutat di Serie B Italia mampu tampilkan performa brilian, untuk kompetitif bersaing memperebutkan tiket promosi ke Serie A Italia.

Jika benar-benar terjadi, musim 2001/02 akan jadi debut klub milik perusahaan roti, Paluani, ini berkompetisi di Serie A. Melihat potensi tersebut, tifosi garis geras Verona lantas membentangkan spanduk bertuliskan, "Jika keledai bisa terbang, maka Chievo dan Verona akan bertemu dalam duel derby di Serie A". Mereka begitu yakin Chievo takkan pernah promosi ke Serie A.

Ejekan itu mengacu pada lambang Chievo, yang menggunakan keledai sebagai ikonnya. Apa yang ditakutkan tifosi Verona pada akhirnya jadi kenyataan, Si Keledai Terbang dengan gagah promosi ke Serie A lewat status peringkat tiga klasemen akhir Serie B.


Tak hanya sekadar promosi, Chievo bahkan sanggup terbang lebih tinggi dengan mendobrak papan atas Serie A. Sepanjang musim 2001/02, mereka bersaing dengan sederet klub elite Negeri Pizza layaknya Juventus, AS Roma, Inter, AC Milan, dan Lazio.

Tanda-tanda kejutan Chievo dimulai dengan keajaibannya genggam status Capolista di delapan giornata, pada paruh pertama kompetisi. Dalam prosesnya, mereka bisa membekap tim-tim tradisional seperti Fiorentina, Parma, dan Inter.

Chievo juga sanggup hadirkan derita untuk klub sekelas Juve dan Milan, meski akhirnya telan kekalahan. Kedua tim besar tersebut sempat dibuat menatap kekalahan, sebelum akhirnya bangkit dan menang lewat skor identik 3-2. Ketika libur musim dingin, secara membanggakan Il Gialloblu duduk dengan status runner-up klasemen.

"Si Keledai Benar-Benar Terbang!" begitu headline La Gazzetta dello Sport, menyambut kejutan Chievo. Sederet media Italia dan dunia lantas mengangkat nama-nama krusial dalam skuat Mussi Volanti yang kemudian jadi legenda klub. Sebut saja Nicola Legrottaglie, Eugenio Corini, Simone Perotta, Luciano (dengan nama palsu Eriberto), Bernardo Corradi, top skor tim Massimo Marazzina, serta kiper nyentrik dengan nomor punggung 10 Cristiano Lupatelli.

Tak lupa sorotan juga diberikan pada otak di balik sinar terang Chievo, Luigi Del Neri. Pria dingin berkacamata itu diapresiasi karena berani memainkan skema menyerang atraktif lewat formasi 4-3-3, yang sangat kontradiktif dengan Serie A. "Kami sekarang ada di dunia dongeng!" ujarnya melihat kiprah Perotta cs pada Corrie dello Sport.


Diimpikan untuk buat gebrakan lebih besar dengan raih Scudetto, sayang seribu sayang, performa Chievo menurun cukup signifikan pada paruh kedua kompetisi. Mental tim asuhan Del Neri yang tak terbiasa berlaga di kompetisi level tinggi, berbicara di sini.

Faktor teknis yang menyebabkan performa Chievo menurun adalah tumpulnya lini depan. Sang ujung tombak sekaligus bintang utama di musim itu, Marazzina, hanya bisa torehkan tiga gol di paruh kedua, kendati mampu berondong sepuluh gol di paruh pertama.

Selain itu, jika di paruh pertama Chievo sanggup petik 11 kemenangan dan 2 hasil imbang, pada paruh kedua mereka kolaps karena cuma raih 4 kemenangan dan 10 hasil imbang. Chievo pun keluar dari persaingan juara, karena kalah tangguh dengan Juve, Inter, dan Roma.

Walau begitu kans untuk akhiri musim di empat besar klasemen sejatinya masih terbuka hingga pengujung musim, demi lolos ke Liga Champions. Sayang, pada akhirnya Chievo finish di peringkat lima dengan hanya terpaut sebiji poin dari Milan di tempat keempat. Mereka pun harus puas dengan hadiah lolos ke Piala UEFA.

Bagaimanapun, hasil itu tetap membanggakan bagi sebuah tim yang baru menjalani musim debutnya di Serie A, yang kala itu masih jadi kompetisi sepakbola terbaik di dunia.


Setelah musim mengejutkan itu, prestasi Chievo terus menurun. Pada musim berikutnya mereka finish di peringkat tujuh, musim 2003/04 turun ke peringkat sembilan, bahkan di musim 2004/05 nyaris terdegradasi dengan terjun ke peringkat 15.

Prestasi terbaik bahkan melebihi kejutan di musim 2001/02 hadir pada musim 2005/06. Diperkuat bintang-bintang macam Matteo Brighi, Franco Semioli, dan Victor Obinna, Chievo sukses lolos ke babak play-off Liga Champions, karena tercatat duduk di peringkat empat klasemen akhir.

Namun patut diingat jika di musim tersebut terjadi skandal Calciopoli yang membuat tim-tim seperti Juve, Fiorentina, dan Lazio dikeluarkan dari papan atas. Chievo yang kala itu finish di peringkat tujuh pun terangkat posisinya ke peringkat empat, yang merupakan zona akhir Liga Champions.

Titik terendah Chievo kemudian hadir di musim 2006/07. Secara mengenaskan mereka harus terdegradasi ke Serie B, tapi untungnya hanya butuh semusim untuk kembali ke Serie A. Sejak musim 2008/09, mereka lantas konsisten untuk terus bertahan di Serie A meski hampa kejutan.

Ya, kejutan Chievo tak pernah lagi terulang. Kisah mereka juga tak sedahsyat Kaiserslautern di Jeman atau Leicester City di Inggris, yang berhasil jadi kampiun. Tapi setidaknya warga Verona sudah miliki cerita rakyat yang tak diciptakan oleh orang asing dan tidak lagi fiktif. Kisah soal olahraga yang mereka puja, kisah si keledai terbang.
Share on Google Plus

About bolaemas99

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar

close
Bannerbawah